DAFTAR JUMLAH PENGUNJUNG


Senin, 02 April 2012


أصول الفقه

أصل هذا الحكم من الكتاب آية كذا

diposkan pada tanggal 13 Mar 2012 00:01 oleh Drs. H.Muhammad Solihin   [ diperbarui13 menit lalu ]


 Definisi Ushul Fiqh
Para ulama ushul menjelaskan pengertian ushul fiqh dari dua sudut pandang. Pertama dari pengertian kata ushul dan fiqh secara terpisah, kedua dari sudut pandang ushul fiqh sebagai disiplin ilmu tersendiri.
Ushul Fiqh ditinjau dari 2 kata yang membentuknya
Al-Ushul
Al-ushuul adalah bentuk jamak dari al-ashl yang secara etimologis berarti ma yubna ‘alaihi ghairuhu (dasar segala sesuatu, pondasi, asas, atau akar).
Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, ashluha (akarnya) teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Ibrahim: 24)
Sedangkan menurut istilah, kata al-ashl berarti dalil, misalnya: para ulama mengatakan:
أصل هذا الحكم من الكتاب آية كذا
(Dalil tentang hukum masalah ini ialah ayat sekian dalam Al-Qur’an).
Jadi Ushul Fiqh adalah dalil-dalil fiqh. Dalil-dalil yang dimaksud adalah dalil-dalil yang bersifat global atau kaidah umum, sedangkan dalil-dalil rinci dibahas dalam ilmu fiqh.
Al-Fiqh
الفقه في اللغة: العلم بالشيء والفهم له
Al-fiqh menurut bahasa berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu.
Menurut istilah para ulama:
الفقه: العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية
(ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terinci).
Penjelasan Definisi
الحكم: إسناد أمر إلى آخر إيجابا أو سلبا
Hukum adalah penisbatan sesuatu kepada yang lain atau penafian sesuatu dari yang lain. Misalnya: kita telah menghukumi dunia bila kita mengatakan dunia ini fana, atau dunia ini tidak kekal, karena kita menisbatkan sifat fana kepada dunia atau menafikan sifat kekal darinya.
Tetapi yang dimaksud dengan hukum dalam definisi fiqh adalah status perbuatan mukallaf (orang yang telah baligh dan berakal sehat), apakah perbuatannya wajib, mandub (sunnah), haram, makruh, atau mubah. Atau apakah perbuatannya itu sah, atau batal.
Ungkapan hukum-hukum syar’i menunjukkan bahwa hukum tersebut dinisbatkan kepada syara’ atau diambil darinya sehingga hukum akal (logika), seperti: satu adalah separuh dari dua, atau semua lebih besar dari sebagian, tidak termasuk dalam definisi, karena ia bukan hukum yang bersumber dari syariat. Begitu pula dengan hukum-hukum indrawi, seperti api itu panas membakar, dan hukum-hukum lain yang tidak berdasarkan syara’.
Ilmu fiqh tidak mensyaratkan pengetahuan tentang seluruh hukum-hukum syar’i, begitu juga untuk menjadi faqih (ahli fiqh), cukup baginya mengetahui sebagiannya saja asal ia memiliki kemampuan istinbath, yaitu kemampuan mengeluarkan kesimpulan hukum dari teks-teks dalil melalui penelitian dan metode tertentu yang dibenarkan syari’at.
Hukum-hukum syar’i dalam fiqh juga harus bersifat amaliyyah (praktis) atau terkait langsung dengan perbuatan mukallaf, seperti ibadahnya, atau muamalahnya. Jadi menurut definisi ini hukum-hukum syar’i yang bersifat i’tiqadiyyah (keyakinan) atau ilmu tentang yang ghaib seperti dzat Allah, sifat-sifat-Nya, dan hari akhir, bukan termasuk ilmu fiqh, karena ia tidak berkaitan dengan tata cara beramal, dan dibahas dalam ilmu tauhid (aqidah).
Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah ini juga harus diperoleh dari dalil-dalil rinci melalui proses penelitian mendalam terhadap dalil-dalil tersebut. Berarti ilmu Allah atau ilmu Rasul-Nya tentang hukum-hukum ini tidak termasuk dalam definisi, karena ilmu Allah berdiri sendiri tanpa penelitian, bahkan Dialah Pembuat hukum-hukum tersebut, sedangkan ilmu Rasulullah saw diperoleh dari wahyu, bukan dari kajian dalil. Demikian pula pengetahuan seseorang tentang hukum syar’i dengan mengikuti pendapat ulama, tidak termasuk ke dalam definisi ini, karena pengetahuannya tidak didapat dari kajian dan penelitian yang ia lakukan terhadap dalil-dalil.
Sedangkan contoh dalil yang terinci adalah:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 278).
Ayat ini adalah dalil rinci tentang haramnya riba berapa pun besarnya. Dinamakan rinci karena ia langsung berbicara pada pokok masalah yang bersifat praktis.
Ushul Fiqh sebagai disiplin ilmu
Ushul Fiqh sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri didefinisikan oleh Al-Baidhawi, salah seorang ulama mazhab Syafi’i dengan:
معرفة دلائل الفقه إجمالا وكيفية الاستفادة منها وحال المستفيد
(Memahami dalil-dalil fiqh secara global, bagaimana menggunakannya dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh (bagaimana berijtihad), serta apa syarat-syarat seorang mujtahid).
Penjelasan Definisi
Contoh dalil yang bersifat global: dalil tentang sunnah sebagai hujjah (sumber hukum), dalil bahwa setiap perintah pada dasarnya menunjukkan sebuah kewajiban, setiap larangan berarti haram, bahwa sebuah ayat dengan lafazh umum berlaku untuk semua meskipun turunnya berkaitan dengan seseorang atau kasus tertentu, dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan menggunakan dalil dengan benar misalnya: mengetahui mana hadits yang shahih mana yang tidak, mana dalil yang berbicara secara umum tentang suatu masalah dan mana yang menjelaskan maksudnya lebih rinci, mana ayat/hadits yang mengandung makna hakiki dan mana yang bermakna kiasan, bagaimana cara menganalogikan (mengkiaskan) suatu masalah yang belum diketahui hukumnya dengan masalah lain yang sudah ada dalil dan hukumnya, dan seterusnya.
Kemudian dibahas pula dalam ilmu ushul apa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid untuk dapat mengambil kesimpulan sebuah hukum dengan benar dari dalil-dalil Al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah saw.
Sedangkan ulama mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali mendefinisikan ushul fiqh dengan:
العلم بالقواعد الكلية التي يتوصل بها إلى استنباط الأحكام الشرعية من أدلتها التفصيلية
(Ilmu tentang kaidah-kaidah umum yang dapat digunakan untuk melakukan istinbath hukum-hukum syar’i dari dalil-dalilnya yang terinci).
Penjelasan Definisi
Kaidah adalah patokan umum yang diberlakukan atas setiap bagian yang ada di bawahnya.
Contoh kaidah umum:
الأصل في الأمر للوجوب
(Pada dasarnya setiap kalimat yang berbentuk perintah mengandung konsekuensi kewajiban) kecuali jika ada dalil lain yang menjelaskan maksud lain dari kalimat perintah tersebut. Misalnya perintah Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 43:
((وآتوا الزكاة))
(tunaikanlah zakat) menunjukkan kewajiban zakat karena setiap perintah pada dasarnya menunjukkan kewajiban dan tidak ada ayat lain ataupun hadits yang menyatakan hukum lain tentang zakat harta. Dalam contoh ini ayat tersebut adalah dalil rinci, sedangkan kaidah ushul di atas adalah dalil yang bersifat global yang dapat diberlakukan atas dalil-dalil rinci lain yang sejenis.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari sumber-sumber hukum Islam, dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan kepada kita hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad yang benar sesuai batasan-batasan syariat.
Cakupan Ushul Fiqh
Setiap disiplin ilmu pasti memiliki bahasan tertentu yang membedakannya dengan disiplin ilmu lain, demikian pula ushul fiqh, ia memiliki bahasan tertentu yang dapat kita ringkas menjadi 5 (lima) bagian utama:
  1. Kajian tentang adillah syar’iyyah (sumber-sumber hukum Islam) yang asasi (Al-Qur’an dan Sunnah) maupun turunan (Ijma’, Qiyas, Maslahat Mursalah, dan lain-lain).
  2. Hukum-hukum syar’i dan jenis-jenisnya, siapa saja yang mendapat beban kewajiban beribadah kepada Allah dan apa syarat-syaratnya, apa karakter beban tersebut sehingga ia layak menjadi beban yang membuktikan keadilan dan rahmat Allah.
  3. Kajian bahasa Arab yang membahas bagaimana seorang mujtahid memahami lafaz kata, teks, makna tersurat, atau makna tersirat dari ayat Al-Qur’an atau Hadits Rasulullah saw, bahwa sebuah ayat atau hadits dapat kita pahami maksudnya dengan benar jika kita memahami hubungannya dengan ayat atau hadits lain.
  4. Metode yang benar dalam menyikapi dalil-dalil yang tampak seolah-olah saling bertentangan, dan bagaimana solusinya.
  5. Ijtihad, syarat-syarat dan sifat-sifat mujtahid.
Tujuan Ushul Fiqh
غاية أو ثمرة علم الأصول: الوصول إلى معرفة الأحكام الشرعية بالاستنباط
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ghayah (tujuan) dan tsamarah (buah) ilmu ushul adalah agar dapat melakukan istinbath hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil syar’i secara langsung.
Di samping itu ada manfaat lain dari ilmu ushul, di antaranya:
  1. Mengetahui apa dan bagaimana manhaj (metode) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam beristinbath.
  2. Mengetahui sebab-sebab ikhtilaf di antara para ulama.
  3. Menumbuhkan rasa hormat dan adab terhadap para ulama.
  4. Membentuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kemampuan di bidang fiqh secara benar.
Sandaran Ushul Fiqh
1. Aqidah/Tauhid, karena keyakinan terhadap kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah serta kedudukannya sebagai sumber hukum/dalil syar’i bersumber dari pengenalan dan keyakinan terhadap Allah, sifat-sifat dan perbuatan-Nya yang suci, juga bersumber dari pengetahuan dan keyakinan terhadap kebenaran Muhammad Rasulullah saw, dan semua itu dibahas dalam ilmu tauhid.
2. Bahasa Arab, karena Al-Quran dan Sunnah berbahasa Arab, maka untuk memahami maksud setiap kata atau kalimat di dalam Al-Quran dan Sunnah mutlak diperlukan pemahaman Bahasa Arab. Misalnya sebagian ulama mengatakan bahwa:
الأمر يقتضي الفور
(Setiap perintah mengharuskan pelaksanaan secara langsung tanpa ditunda). Dalil kaidah ini adalah bahasa, karena para ahli bahasa mengatakan: jika seorang majikan berkata kepada pelayannya: “Ambilkan saya air minum!” lalu pelayan itu menunda mengambilnya, maka ia pantas dicela.
3. Al-Quran dan Sunnah, misalnya kaidah ushul:
الأصل في الأمر للوجوب
(setiap perintah pada dasarnya berarti kewajiban) dalilnya adalah:
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu merasa takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63)
4. Akal, misalnya kaidah ushul:
إذا اختلف مجتهدان في حكم فأحدهما مخطئ
(Jika dua orang mujtahid berseberangan dalam menghukumi suatu masalah, maka salah satunya pasti salah) dalilnya adalah logika, karena akal menyatakan bahwa kebenaran dua hal yang bertentangan adalah sebuah kemustahilan.
Hukum Mempelajari Ushul Fiqh
Al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam mengatakan: “Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah swt kecuali dengan ilmu ushul ini. Karena seorang mukallaf adalah awam atau bukan awam (’alim). Jika ia awam maka wajib baginya untuk bertanya:
Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 7)
Dan pertanyaan itu pasti bermuara kepada ulama, karena tidak boleh terjadi siklus. Jika mukallaf seorang ‘alim, maka ia tidak bisa mengetahui hukum Allah kecuali dengan jalan tertentu yang dibenarkan, sebab tidak boleh memutuskan hukum dengan hawa nafsu, dan jalan itu adalah ushul fiqh. Tetapi mengetahui dalil setiap hukum tidak diwajibkan atas semua orang, karena telah dibuka pintu untuk meminta fatwa. Hal ini menunjukkan bahwa menguasai ilmu ushul bukanlah fardhu ‘ain, tetapi fardhu kifayah, wallahu a’lam.”
Perbedaan Ushul Fiqh Dengan Fiqh
Pembahasan ilmu fiqh berkisar tentang hukum-hukum syar’i yang langsung berkaitan dengan amaliyah seorang hamba seperti ibadahnya, muamalahnya,…, apakah hukumnya wajib, sunnah, makruh, haram, ataukah mubah berdasarkan dalil-dalil yang rinci.
Sedangkan ushul fiqh berkisar tentang penjelasan metode seorang mujtahid dalam menyimpulkan hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang bersifat global, apa karakteristik dan konsekuensi dari setiap dalil, mana dalil yang benar dan kuat dan mana dalil yang lemah, siapa orang yang mampu berijtihad, dan apa syarat-syaratnya.
Perumpamaan ushul fiqh dibandingkan dengan fiqh seperti posisi ilmu nahwu terhadap kemampuan bicara dan menulis dalam bahasa Arab, ilmu nahwu adalah kaidah yang menjaga lisan dan tulisan seseorang dari kesalahan berbahasa, sebagaimana ilmu ushul fiqh menjaga seorang ulama/mujtahid dari kesalahan dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/01/37/pengantar-ushul-fiqh/#ixzz1p10ROipP


أصول الفقه

diposkan pada tanggal 12 Mar 2012 23:58 oleh Drs. H.Muhammad Solihin   [ diperbarui9 menit lalu ]




Pengertian Ushul Fiqih
Ushul fiqih (أصول الفقه) tersusun dari dua kata, yaitu ushul (أصول) dan fiqih (الفقه).
Pengertian ushul (أصول) secara bahasa:
Ushul (أصول) merupakan jamak (bentuk plural/majemuk) dari kata ashl (أصل) yang berarti dasar, pondasi atau akar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim [14]: 24)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah di kitab beliau, asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, menyatakan bahwa arti ashl (أصل) secara bahasa adalah perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik pada sesuatu yang bersifat indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi, atau bersifat ‘aqli, seperti membangun ma’luldiatas ‘illah dan madlul diatas dalil.
Pengertian fiqih (الفقه) secara bahasa:
Fiqih (الفقه) secara bahasa berarti pemahaman (الفهم). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Artinya: “dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku (QS. Thaha [20]: 27-28)
Pengertian fiqih (الفقه) secara istilah:
Fiqih (الفقه) menurut istilah mutasyarri’in (ahli syari’ah) adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalil yang terperinci (العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة من الأدلة التفصيلية). Ruang lingkup fiqih terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu’iy (cabang) dan tidak membahas perkara-perkara i’tiqad (keyakinan).
Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan definisi yang sedikit berbeda tentang fiqih (الفقه), yaitu: mengenal hukum-hukum syar’i yang aplikatif melalui dalil-dalilnya yang terperinci (معرفة الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية). Beliau menggunakan kata ma’rifah dan bukan ‘ilm untuk mencakup makna ‘ilm dan zhannsekaligus karena hukum-hukum fiqih kadang bersifat yaqiniy (pasti, menghasilkan ‘ilm) dan kadang zhanniy (dugaan, menghasilkan zhann).
Untuk kajian kita, kita memakai istilah yang pertama.
Pengertian ushul fiqih (أصول الفقه):
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah: kaidah-kaidah yang dengannya bisa dicapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang terperinci.
Menurut Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah hafizhahullah: kaidah-kaidah yang diatasnya dibangun ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah: ilmu yang membahas tentang dalil-dalil fiqih yang bersifat ijmaliy (global/umum), tatacara mengambil faidah (hasil pemahaman) darinya dan keadaan mustafid (orang yang mengambil faidah). Yang dimaksud dengan mustafid pada definisi ini adalah mujtahid.
Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah: kaidah-kaidah yang dengannya seorang mujtahid bisa mencapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf rahimahullah: ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya bisa dicapai pengambilan faidah terhadap hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Semua definisi diatas bisa digunakan untuk mendefinisikan ushul fiqih.
Ruang Lingkup Ushul Fiqih
Ruang lingkup pembahasan ushul fiqih terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Hukum syar’i dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  1. Pembahasan tentang al-Hakim
  2. Khithab at-Taklif
  3. Khithab al-Wadh’i
  4. Qa’idah Kulliyyah
2. Dalil dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  1. Dalil-dalil syar’i
  2. Sesuatu yang diduga sebagai dalil, padahal bukan dalil
  3. Pembahasan tentang bahasa Arab
  4. Pembahasan tentang al-Qur’an dan as-Sunnah
3. Ijtihad dan hal-hal yang berkaitan dengannya
  1. Pembahasan tentang ijtihad
  2. Pembahasan tentang taqlid
  3. Pembahasan tentang tarjih
Bahan Bacaan:
1. asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Penerbit Daar al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
2. Taysir al-Wushul ila al-Wushul, karya Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah, Penerbit Daar al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
3. al-Ushul Min ‘Ilm al-Ushul, karya Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin, Penerbit Daar al-Iman, Iskandariyah (ebook)
4. ‘Ilm Ushul al-Fiqh, karya Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf, Penerbit Maktabah ad-Da’wah al-Islamiyah, Syabab al-Azhar (ebook)
5. al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, karya Dr. Wahbah az-Zuhaili, Penerbit Daar al-Fikr, Damaskus-Suriah (ebook)
6. Studi tentang Ushul Fiqih (terjemahan), karya Iyad Hilal, Penerbit Pustaka Thariqul Izzah, Bogor (buku cetak)
7. Ushul Fiqih (Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif), karya Firdaus, Penerbit Zikrul Hakim, Jakarta (buku cetak)
8. Ushul Fiqih 1 (Untuk Fakultas Syariah, Komponen MKDK), karya Drs. Chaerul Uman, dkk, Penerbit Pustaka Setia, Bandung (buku cetak)



Fiqih siyasah

diposkan pada tanggal 12 Mar 2012 23:49 oleh Drs. H.Muhammad Solihin   [ diperbarui2 menit lalu ]




      Dosen :
Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
Disusun Oleh :
Mella Champisha M - Laili khoirun Nisa - Muhammad Nawawi
Tema  : Kehidupan Politik Pada Masa Khulafa Al Rasyidin (4 khalifah)
Kehidupan Politik Pasca Masa Khulafa Al Rasyidin (Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah )
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah atas segala rahmat-Nya yang telah memberikan kesempatan waktu bagi penulis dalam menyusun tugas kelompok ini. Dan shalawat beserta salam, penulis hanturkan kepada Nabi  Muhammad SAW yang telah memberikan inspirasi kepada penulis akan arti dan penerapan bidang-bidang Fiqh Siyasah.
Makalah ini ditulis penulis sebagai tugas mata kuliah Fiqh Siyasah. Dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kehidupan politik pada masa khulafa al-Rasyidin dan kehidupan politik pasca khulafa al-Rasyidin.Tiada Manusia yang Sempurna, begitupun dengan makalah ini. Masih ada beberapa kesalahan yang ada tanpa disadari oleh penulis, oleh karena itu penulis harapkan akan adanya kritik dan saran atas makalah ini yang membangun. Dan dari penulis sendiri kami ucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Ciputat, 2 Oktober 2009
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
Kehidupan Politik Masa khulafah al-Rasyidin ……....
                        Abu Bakar
                        Umar bin Khatab
                        Utsman bin Affan
                        Ali bin Abu Thalib
Kehidupan Politik Masa khulafah al-Rasyidin
                        Masa Bani Umayyah
                        Masa Bani Abbasiyah                     
Daftar Pustaka
AL Khufala Al – Rasyidin

Dengan wafat nya Nabi maka berakhirlah stuasi yang sangat unik dalam sejarah islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang  berdasarkan kenabian dan bersumberkan wahyu Illahi.
Nabi Muhammad adalah utusan Tuhan yang terakhir. Sementara itu beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa di antara para sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin umat. Itulah kiranya mengapa ada 4 Al-khulafa al – Rasyidin.
ABU BAKAR (11-13H / 632-634 M)
Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi Wafat dan sebelum jenazah beliau di makamkan. Itulah antara lain yang menyebabkan kemarahan keluarga Nabi, khususnya Fatimah, putrid tunggal beliau.
Pada hari itu Umar Bin Khattab mendengar berita bahwa kelompok ansar mendengar berita sedang melangsungkan pertemuan di Saqifah atau Balai pertemuan Bani Saidah, Madinah, Untuk mengangkat Saad Bin Ubadah, seorang tokoh ansar dari suku khazraj, sebagai khalifah. Dalam keadaan gusar umat cepat cepat pergi kerumah kediaman Nabi dan menyuuh seseorang untuk menghubungi Abu Bakar, yang berada dalam rumah, dan memintanya supaya keluar. Semula Abu Bakar Menolak denagan alsan sedang sibuk. Tetapi akhirnya dia keluar setelah di beritahu telah terjadi peristiwa penting yang mengharuskan kehadiran Abu Bakar.
Sampai di balai pertemuan ternyata sudah datang pula sejumlah orang Muhajirin, dan bahkan telah terjadi perdebatan sengit antara kelompok Ansar dan kelompok Muhajirin.lalu Abu Bakar dengan nada tenang mulai berbicara. Kepada kelopok Ansar beliau mengingatkan bukan kah Nabi pernah bersabda bahwa kepemimpinan umat islam itu seyogianya berada pada tengah suku Quraisy, dan bahwa hanya pada di bawah pimpinan itulah akan terjamin keutuhan, keselamatan dan kesejahteraan bangsa Arab. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh Quraisy untuk dipilih sebagai khalifah, Umar Bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarah. Orang orang ansar tampaknya sangat terkesan oleh ucapan Abu Bakar itu, dan Umar tidak menyia nyiakan momentum yang sangat baik itu. Dia bangun dari tempat duduknya dan menuju ke tempat Abu Bakar untuk ber baiat dan menyatakan kesetiannya kepada Abu Bakar sebagai Khalifah, seraya menyatakan bahwa bukanlah Abu Bakar yang selalu di minta oleh Nabi untuk menggantikan beliau sebagai imam sholat bilamana Nabi sakit, dan bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang paling di sayangi oleh Nabi. Gerakan Umar itu diikuti oleh Abu Ubaidah bin Jarah. Tetapi sebelum kedua tokoh Quraisy itu tiba di depan Abu Bakar dan mengucapkan baiat, Basyir bin Saad, seorang tokoh Ansar dari suku Khazraj, mendahului mengucapkan baiatnya kepada Abu Bakar. Barulah kemudian Umar dan Abu Ubaidah serta para hadirin, baik dari kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar dari Aus. Baiat terbats ini kemudian terkenal dala sejarah Islam dengan nama Bai’at Saqifah atau baiat di bali pertemuan. Para sahabat senior tersebut kemudian seorang demi seorang, kecuali Zubair, dengan sukarela berbaiat kepada Abu Bakar. Zubair memerlukan tekanan dari Umar agar bersedia berbaiat. Adapun Ali bin Abu Thalib, menurut banyak ahli sejarah baru berbaiat kepada Abu Bakar setelah Fatimah, istri Ali, dan putri tunggal Nabi wafat 6 bulan kemudian.
B. UMAR BIN KHATTAB ( 13-23H / 634–644M )
Berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar, mendapatkan kepercayaan sebagai khallifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga sejak menjabat khlifah, Abu Bakar mendadak jatuh sakit. Selama 15 hari dia tidak pergi ke masjid dan meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi imam sholat. Makin hari makin sakit Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa ajal sudah dekat. Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah masih segar dalam ingatannya. Dia khawattir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan di kalangan umat islam yang dapat lebih hebat daripada ketika Nabi wafat dahulu. Bagi Abu Bakar orang yang paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab. Maka dia mulai mengadakan konsultasi tertutup dengan beberapa sahabat senior yang kebetulan menengok di rumahnya. Diantara mereka adalah Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin, serta Asid bin Khudair dari kelompok Ansar. Pada dasarnya semua mendukung maksud Abu Bakar, meskipun ada beberapa diantaranya yang menyampaikan catatan Abd al-Rahman misalnya, mengingatkan akan sifat “keras” Umar. Peringatan itu dijawab oleh Abu Bakar bahwa Umar yang bersifat keras selama ini karena melihat sifat Abu Bakar yang biasanya lunak, dan kelak kalau Umar sudah memimpin sendiri dia akan berubah menjadi lebih lunak. Suatu hal yang cukup menarik ialah seusai berkonsultasi dengan Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan, Abu Bakar berpesan kepada mereka berdua agar tidak menceritakan isi pembicaraan itu kepada orang lain.
Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekan pesannya. Baru saja setengah dari pesan itu didiktekan, tiba tiba Abu Bakar jatuh pingsan, tetapi Utsman terus saja menuliskannya. Ketika Abu Bakar sadar kembali dia bertanya kepada Utsman supaya membacakan apa yang telah dia tuliskan. Utsman membacanya, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Abu Bakar telah menujuk Umar bin Khattab supaya menjadi penggantinya (sepeninggal dia nanti). Seusai dibacakan pesan yang sebagian ditulis oleh Utsman sendiri itu Abu Bakar menyatakan pula bahwa tampaknya Utsman juga ikut gusar terhadap kemungkinan perpecahan umat kalau pesan itu tidak diselesaikan.
Sesuai dengan pesan tertulis tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab di kukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat dan terbuka di mesjid Nabawi.
C. UTSMAN BIN AFFAN ( 23-35H / 644-656M )
Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses lain lagi, tidak sama dengan Abu Bakar, tidak serupa pula dengan Umar. Dia dipilih oleh sekelompok orang yang nama namanya sudah di tentukan oleh Umar sebelum dia wafat.
Waktu itu datanglah sejunlah tokoh masyarakat mohon kepada Umar supaya segera menunjuk pengganti, karena mereka khawatir bahwa akibat luka lukanya itu Umar tidak akan hidup lebih lama lagi dan kalau sampai wafat tanpa terlebih dahulu menunjuk penggantinya di khawatirkan akan terjadi pertentangan dana perpecahan dikalangan umat. Tetapi Umar menolak memenuhi permintaan mereka dengan alasan bahwa orang orang yang menurut pendapatnya pantas ditunjuk sebagai pengganti sudah lebih dahulu meniggal. Bahkan Umar marah besar ketika tokoh tokoh tersebut mengusulkan agar dia menunjuk salah seorang putranya sendiri Abudulah Bin Umar. Akhirnya Umar menyerah tetapi tidak secara langsung menunjuk pengganti. Dia hanya menyebutkan enam sahabat senior dan merekalah nanti sepeninggalnya yang harus memilih seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah: Ali bin Abu Thalib, Usman bin Affan, Saad bin Abu Waqqas, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah, serta Abudllah bin Umar, putranya, tetapi “tanpa hak suara”. Menurut Umar dasar pertimbangan mengapa memilih enam orang tersebut, yang semuanya dari kelompok Muhajirin atau Quraisy, karena mereka berenam itu dahulu dinyatakan oleh Nabi sebagai calon calon pengurus surga, dan bukan karena mereka masing masing mewakili kelompok atau suku tertentu. Pesan Umar, sepeninggalnya nanti mereka berenam segera berunding dan dalam waktu paling lama tiga hari sudah dapat memilih salah seorang diantara mereka menjadi khalifah.
Setelah Umar wafat lima dari enam orang tersebut segaera bertemu untuk merundingkan pengisiian jabatan khalifah. Sejak awal jalannya pertemuaan itu sangat alot. Abd al-Rahman bin Auf menciba memperlancarnya dengan himbauan agar sebaiknya di anatara mereka dengan sukarela membuka diri dan memberi kesempatan kepada orang yang betul betul paling memenuhi syarat untuk dipilih sebagai khalifah. Tetapi himbauan itu tidak berhasil. Kemudian Abd al-Rahman sendiri menyatakan mengundurkan diri, tetapi tidak ada seorang pun dari empat orang yang lain itu mengikutinya. Dalam keadaan macet itu Abd al-Rahman bermusyawarah dengan tokoh tokoh selain ke empat orang tersebut. Mereka terbelah menjadi 2 kubu : pendukung Ali dan pendukung Utsman. Dalam pertemuaan berikutnya dengan empat rekannya, Abd al-Rahman menanyakan kepada Ali bin Abu Thalib, bahwa seandainya bukan dia (Ali), siapa menurut pendapatnya yang patut menjadi khalifah. Ali menjawab : Utsman. Pertanyaan yang sama di ajukan kepada Zubair dan Saad, dan jawaban mereka berdua sama : Utsman. Terakhir pertanyaan yang sama diajukan pula kepada Utsman dan Utsman menjawab Ali. Dengan demikian semakin jelas bahwa hanya dua calon untuk jabatan khalifah: Ali dan Utsman. Kemudian Abd al-Rhman menanyakan kepadanya seandainya dia di pilih menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Alquran, sunah Rosull dan kebijaksanaan dua khalifa sebelum dia. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuaan dan kemampuaannya. Abd al-Rahman berganti mengundang Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dengan tegas Utsma menjawab “ya! Saya sanggup”. Berdasarkan jawaban itu Abd al-Rahman menyatakan Utsman menjadi khalifah ketiga.
D. ALI BIN ABU THALIB (35-40H / 656-661M )
Ali bin Abu Thalib 12 tahun kemudian, diangkat menjadi khalifah yang ke empat melalui pemilihan yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna. Setelah para pemberontak membunuh Utsman bin Affan, mereka mendesak Ali agar bersedia diangkat menjadi khalifah. Ali menolak desakan para pemberontak, dan menanyakan dimana peserta (pertempuran) Badar, dimana Thalhah, Zubair dan Saad, karena merekalah yang berhak menentukan tentang siapa yang harus menjadi khalifah. Maka muncul lah tiga tokoh senior itu dan berbaiat kepada Ali dan segera diikuti oleh orang banyak, baik dari kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar. Orang pertama yang berbaiat kepada Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah.
Perlu kiranya dikemukakan bahwa terdapat perbedaan antara pemilihan terhadap Abu Bakar dan Utsman dan pemilihan terhadap Ali. Dalam dua pemilihan yang terdahulu meskipun mula mula terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon calon itu terpilih dan diputuskan menjadi khalifah orang orang tersebut menerimanya dan ikut berbaiat serta menyatakan kesetiaannya termasuk Ali, baik kepada Abu Bakar maupun terhadap Utsman. Lain hal nya dalam pemilihan terhadap Ali penetapannya sebagai khalifah ditolak antara lain oleh Muawiyah bin Abu Sofyan, gubernur di Suria yang keluarga Utsman, dengan alasan : pertama Ali harus bertanggung jawabkan tentang terbunuhnya Utsman. Kedua, berhubung wilayah Islam telah meluas timbul komunitas Islam, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang berada di Madinah saja.
KEHIDUPAN POLITIK PASCA KHULAFAURRASYIDIN
A.BANI UMAYYAH
Nama Bani Umayyah dalam bahasa arab berarti anak turun Umayyah,yaitu Umayyah bin Abdul Syams,salah satu pemimpin dalam kabilah suku Quraisy. Abdul Syams adalah saudara dari Hasyim,sama-sama keturunan Abdul Manaf,yang menurunkan Bani Hasyim. Dari Bani Hasyim inilah lahir Nabi Muhammad.
Pada masa sebelum islam,Bani Umayyah selalu bersaing dalam Bani Hasyim. Pada waktu itu,Bani Umayyah selalu bersaing dengan Bani Hasyim. Pada waktu itu,Bani Umayyah lebih berperan dalam masyarakat mekah. Hal itu disebabkan mereka menguasai pemerintahan dan perdagangan yang banyak bergantung kepada pengunjung kakbah. Dipihak lain,Bani Hasyim adalah orang-orang yang berekonomi sederhana.
Keadaan mulai berubah pada waktu Nabi Muhammad SAW,salah seorang dari Bani Hasyim,mendapatkan wahyu Allah SWT untuk mengembangkan agama islam,Bani Umayyah merasa bahwa kekuasaan dalam perekonomiannya terancam. Oleh sebab itu,merka menjadi penentang utama dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW.
1.Awal Berdirinya
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW,pemerintahan islam dipegang oleh Abu Bakar as-Siddiq. Pada masa itu,Bani Umayyah merasa bahwa kelas mereka di bawah kaum Anshar dan Muhajitin. Hal itu disebabkan,mereka masuk islam pada gelombang yang terakhir,untuk mendapat kelas yang setingkat,mereka harus menunjukkan perjuangan mereka dalam perang membela islam. Ketika itu,Muawiyyah bin Abu Sufyan berjasa karena keterlibatannya dalam perang riddah untuk menumpas kaum murtad. Pada masa pemerintahan usman bin Affan,Muawiyyah bin Abu Sufyan  diangkat menjadi gubernur di Suriah menggantikan saudaranya. Bani Umayyah juga mendapatkan ketetapan bahwa mereka menjadi penguasa disana,sebagaimana orang Quraisy mendapatkan kekuasaan di Mekah. Hal itu juga disebabkan karena Usman bin Affan adalah salah seorang Bani Umayyah .
Masa pemerintahan Ali bin Abi Talib menjadi awal perpecahan umat islam. Hal ini disebabkan oleh kematian Usman bin Affan yang terbunuh.
2.Masa Pemerintahan
Muawiyyah bin Abu Sufyan mengawali pemerintahan 90 tahun Bani Umayyah di Damaskus. Dalam peristiwa amul jama’ah yang menjadi titik awal pemerintahan Bani Umayyah,Muawiyyah bin Abu Sufyan membuat kesepakatan dengan Hasan bin Ali. Isi kedepakatan itu, antara lain mengenai pergantian kekuasaan yang akan diserahkan kepada musyawarah umat islam. Umat islam berhak menentukan siapa yang akan menjadi khlifah,akan tetapi,muawiyyah bin Abu Sufyan melanggar kesepakatan itu. Ia mewariskan kekuasaan secara turun-temurun kepada anggota Bani Umayyah. Hal inilah yang menyebabkan munculnya perlawanan dari masyarakat yang kecewa terhadapnya.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan,umat islam menyebrangi sungai Oxus,menguasai daerah Balkh, Bukhara, Khawarizm, Fergana dan Samarkan. Umat islam juga memasuki India dan menguasai Balukistan,Sind,Punjab,dan Multan.
Penyebaran islam dilanjutkan pada masa al-Walid nin Abdul Malik. Pada tahun 711 M,Tariq bin Ziyad menaklukan Aljazair dan Maroko. Ia bahkan menyebrang ke Spanyol dan menguasai Kordoba,Sevilla,Elvira,dan Toledo. Sebuah gunung batu tempat di mana Tariq bin Ziyad mendarat diabadikan dengan namanya,yaitu jabal Tariq dan sekarang termahsyur dengan nama Gibraltar. Sejak saat itulah islam mulai menyebar di Eropa serta mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan dari sana.
3.Keruntuhan Bani Umayyah
Bani Umayyah mengalami keruntuhan oleh banyak hal,diantaranya adalah terbaginya kekuasaan Daulah Bani Umayyah ke dalam dua wilayah. Kholifah Marwah bin Muhammad berkuasa di wilayah semenajung Tanah Arab,dan Kholifah Yazid bin Umar berkuasa  di wilayah Wasit. Namun yang paling kuat diantara kedua wilayah tersebut adalah yang berpusat di Semenanjung Tanah Arab. Sehingga para pendiri kerajaan Daulah Bani Abbasiyah terus menerus mengatur strateginya untuk menumbangkan Kholifah Marwan dengan cara apapun,termasuk menghabisi nyawanya. Pembunuhan terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid bin Umar momwnt inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah yang sudah berkuasa selama 90 tahun.
B.BANI ABBASIYAH
1.Pembangunan Daulah Bani Abbasiyah
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib,paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas,atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656/750-1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khalifah islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah: Abul Abbas As-Saffah,Abu Ja’far Al-Mansur,Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah mempunyai khalifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah sampai Khalifah Al-Watsiq Billah agama islam mencapai masa keemasan ( 132-232 H/749-879 M). Dan pada masa kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu’tashim,islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H/1258 M.
2.Perbedaan antara kekuasaan dinasti Abbasiyah dengan kekuasaan Dinasti bani Umayah,diantaranya adalah: Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Orientid,artinya dalm segala hal para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni,begitu pula corak peradaban yang di hasilakn pada dinasti ini.
Dinasti Abbasiyyah disamping bersifat arab murni,juga sedikit banyak telah terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia,Romawi Timur,Mesir dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah,luas wilayah kekuasaan islam semakin bertambah,meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah,antara lain Hijaz,YamanUtara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania,Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia,Al-jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India.
3.Bentuk-Bentuk peradaban islam pada masa Daulah abbasiyah
Adapun bentuk-bentuk peradaban islam pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
a.Kota-Kota Pusat Peradaban
Diantara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adlah Baghdad dan Samarra. Baghdad merupakan ibu kota Negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris,yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Didalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan islam di kota-kota lain.
b.Bidang Pemerintahan.
Dalam pembagian wilayah (provinsi),pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat,gubernurnya bergelar Amir/Hakim. Imaraat saat itu ada 3 macam yaitu: Imaraat Al-Istikhfa,Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaraat Al-Istilau. Kepada wilayah/imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas,sedangkan desa/al-Qura dengan kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh. Dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang kuat. Kholifah juga membentuk Baitul Mal/Departemen keuangan untuk mengatur keuangan Negara khususnya. Disampaing itu khalifah juga membentuk badan peradilan guna membantu khalifah dalam urusan hokum.
c.Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan
Diantara bentuk bangunan yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adlah madrasah. Madrasah yang terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah,yang didirikan di Baghdad,Isfahan,Nisabur,Basrah,Tabaristan,Hara dan Musol oleh Nizam al-Mulk seorang perdana mentri pada tahun 456-486 H. Selain madrasah terdapt juga Kuttab,sebagai lembaga pendidikan dasar dan menegah,Majlis Muhadhoroh sebahai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan,serta Darul Hikmah sebagai perpustakaan.
Disamping itu juga terdapat masjid seperti masjid Cordova,Ibnu Toulun,Al-Azhar dan lain sebagainya.
d.Bidang ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir,Ilmu Hadits,Ilmu Fiqih,Ilmu Kalam,Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapun Ilmu Aqli seperti: Ilmu Kedokteran,Ilmu perbintangan,Ilmu Kimia,Ilmu Pasti,Logika,Filsafat dan Geografi.
4.Kemunduran Daulah Bani Abasiyah
Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemberontakan dari kelompok yang tidak senang terhadap kepemimpinan Kholifah Abbasiyah. Disampin itu juga kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad,disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali,sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Diantara kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:
Mayoritas kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.
Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah,sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan
Ketergantungan kepada tentara bayaran
Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki dan Persia,yang menimbulkan kecemburuan bagi bangsa Arab murni.
Permusuhan antar kelompok suku dan agama.
Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghancurleburkan kota Baghdad.
Daftar Pustaka
Sadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, sejarah da pemikiran. Jakarta: UI Press,1990
Haludhi, khuslan dan Sa’id, Abdurrohim, Integrasi Budi Pekerti Dalam Pendidikan Agama Islam. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2004